©zahirulalwan
Jumat Legi, 13 Januari 2012.
Pada
bulan Sapar Masyarakat Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta,
melaksanakan berbagai ritual atau upacara adat. Ritual tersebut biasa dikenal
dengan nama Saparan Bekakak. Nama Saparan diambil dari nama bulan Sapar yang
biasa dilafalkan oleh masyarakat Jawa menjadi bulan Sapar. Nama
Bekakak sendiri karena dalam peelengkapan upacara ini terdapat sepasang
pengantin bekakak.
Upacara adat ini sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I, tepatnya antara tahun 1755 hingga 1792. Ritual ini digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan warga Gamping. Tradisi yang sudah berumur hampir seusia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini bermula dari kisah sepasang pengantin yang meninggal di Gunung Gamping.
Pada pelaksanaannya, upacara adat ini dibagi oleh beberapa tahap, yaitu midodareni pengantin bekakak, kirab bekakak, penyembelihan pengantin bekakak, dan sugengan ageng. Uniknya, dalam upacara ini ada dua pasang pengantin yang dibuat, salah satu pasang dihias bergaya Solo dan yang lainnya dihias bergaya Yogyakarta.
Nantinya, pengantin bekakak akan diarak menuju Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Sebelum arak-arakan dimulai, akan terlebih dahulu digelar pementasan fragmen "Prasetyaning Sang Abdi" yang menceritakan tentang kisah Ki Wirosuto. Setelah pementasan fragmen selesai, baru arak-arakan dimulai diikuti tiga buah joli yang berisi sesajen.
Keunikan
lain akan muncul saat upacara ini berlangsung. Di tengah-tengah ritual,
biasanya akan muncul sekelompok anak yang berperan sebagai anak genderuwo.
Anak-anak ini berjumlah puluhan anak dan didampingi sepasang genderuwo. Mereka
bertugas mengawal pengantin bekakak.
Get the flash player here: http://www.adobe.com/flashplayer